Sumber : kumparan.comPenemuan wajan raksasa pada akhir Agustus 2021 lalu memang cukup menyita perhatian. Wajan tersebut ditemukan di Padukuhan Kretek, Kalurahan Jambidan, Kapanewon Banguntapan, Bantul. Ada sejumlah cerita penduduk yang menyertai proses penemuan. Di antaranya bahwa keberadaan wajan tersebut memang sudah diketahui dari dulu, sekitar tahun 1980-an. Kemudian diputuskan untuk dipendam saja demi keamanan.Disebutkan juga wajan tersebut adalah bagian dari pompa. Di daerah tersebut, air masih melimpah. Air kemudian dipompa dan dialirkan ke perkebunan tebu yang ada di sekitar lokasi.Menilik dari cerita tersebut, benda ini adalah benda peninggalan dari masa Hindia Belanda. Menurut UUCB no 11 tahun 2010, benda ini masuk dalam kategori objek diduga cagar budaya (ODCB). Penyebutan ini dikarenakan belum adanya pengkajian apakah benda ini masuk dalam kategori Cagar Budaya atau bukan.Sementara penamaan benda temuan sebagai wajan dikarenakan bentuknya saja. Mengenai nama dan fungsi sebenarnya dari benda tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut.Sisi menarik lain dari penemuan ini adalah munculnya destinasi wisata dadakan di daerah ini. Masyarakat berbondong-bondong datang untuk melihatnya. Mereka tidak hanya berasal dari wilayah sekitar saja. Beberapa di antaranya berasal dari luar wilayah desa. Mereka datang dengan berbagai kendaraan. Maka di lokasi pun bermunculan para pedagang yang menggelar lapak dadakan.Para pengunjung ini tidak sekedar melihat saja. Beberapa di antaranya mengambil foto dan ikut serta menampilkan objek dengan berbagai cara. Ada yang berfoto dengan cara berdiri di samping, sembari memegang atau bahkan masuk dan duduk dalam wajan (Jawa: nyemplung). Cara yang kedua dan ketiga inilah yang dinilai kurang tepat.Wajan ini adalah benda yang sudah lama terpendam dalam tanah. Selain itu juga masuk dalam kategori ODCB. ODCB seharusnya mendapat perlakuan yang sama dengan objek yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Artinya ODCB harus diperlakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan.Tingkah laku pengunjung semacam itu tentu saja dikhawatirkan dapat merusak. Padahal pasca peninjauan dari BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Daerah Istimewa Yogyakarta, di lokasi telah dipasang pita kuning (garis polisi) dan ada pos jaga. Namun pengunjung tetap saja melompati garis dan berfoto dengan duduk di atas wajan.Tingkah laku pengunjung ini yang abai pada peraturan ini entah kenapa sering terjadi di negeri ini. Khususnya di sejumlah cagar budaya, yang kerap menjadi destinasi wisata. Misalnya di Candi Prambanan, Candi Borobudur dan lain-lain. Pengelola sudah memasang rambu larangan, dilarang naik misalnya. Namun, tak jarang pengunjung tetap saja dengan santainya duduk di atas pagar candi atau menaiki batu penyusun stupa.Nampaknya pengunjung belum banyak memahami bahwa tindakan semacam itu dapat merusak bebatuan candi. Sejumlah tindakan pencegahan telah dilakukan oleh lembaga pelestari. Misalnya pemasangan tangga kayu untuk melindungi tangga batu candi (yang telah berusia lebih dari seribu tahun). Tangga kayu itu dipasang pada halaman 1 sisi utara dan selatan di Kompleks Candi Prambanan.Tindakan pencegahan lainnya adalah pengaturan jumlah pengunjung yang naik ke candi. Jika sudah penuh di satu titik, petugas biasanya meminta pengunjung lain tidak berkumpul di titik tersebut.Pada kasus wajan ini, perilaku pengunjung yang berfoto di atas wajan, bukan hanya merusak. Tetapi bisa menghambat kajian yang dilakukan. Sisa tanah dan permukaan wajan bisa saja memberikan informasi penting jika diteliti di laboratorium. Informasi ini yang penting untuk mengungkap misteri tentang wajan ini.Sejumlah tindakan pencegahan kembali dilakukan setelah beredarnya foto-foto pengunjung tersebut. Tanah di sekitar wajan kemudian dipasang pagar bambu yang lebih lebar. Hal ini dilakukan agar pengunjung tidak bisa masuk dan menjangkau wajan.Semoga pengunjung akan lebih sadar bahwa setiap benda temuan baik itu sudah terdaftar sebagai cagar budaya atau belum,harus diperlakukan dengan hati-hati. Sikap hati-hati ini bertujuan untuk menjaga dan melestarikan cagar budaya itu sendiri.Candi Prambanan dan Candi Borobudur misalnya ditemukan dalam keadaan runtuh. Baru kemudian dipugar hingga kondisinya seperti saat ini. Proses pemugarannya memerlukan waktu yang tidak singkat. Maka pelestariannya perlu didukung oleh semua pihak termasuk pengunjung.Sementara temuan lepas seperti wajan ini juga memerlukan tindakan pelestarian. Agar kondisinya tetap terawat dan lestari. Mari kita lestarikan cagar budaya dengan tidak melakukan tindakan perusakan. Kunjungi, Lindungi dan Lestarikan.
Dilarang Duduk di Atas Wajan Raksasa
Pos terkait
Dilantik Jadi Anggota DPR RI Periode Kedua, Rusdi Masse: Terima Kasih Amanahnya
Casting di Universitas Kebangsaan, Golden Picture Produksi Film Perang Sekelas Hollywood
KPPU Keluarkan Penetapan Persetujuan Bersyarat Atas Transaksi Akuisisi Grobogan Oleh Indocement
KPPU Keluarkan Penetapan Persetujuan Bersyarat Atas Transaksi Akuisisi Semen Groboga Oleh Indocoment