BERITA iNEWS.COM, Jakarta8 Agustus 2019 Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang jatuh pada 10 Agustus 2019, perkembangan fintech lokal menjadi salah satu topik yang patut disorot, terutama dengan tingginya antusiasme masyarakat Indonesia akan layanan serta produk keuangan yang semakin inovatif dan memudahkan sebagai penunjang kehidupan seharihari. Terbukti, saat ini OJK mencatat bahwa sudah ada 113 perusahaan fintech yang terdaftar dan berizin. Jumlah masyarakat yang paham tentang fintech pun mengalami kenaikan yang signifikan dari 26,34% pada 2016 menjadi 70,63% pada 2018 (Fintech Report 2018).
Tingginya perkembangan dan penetrasi fintech nampaknya menimbulkan tantangan baru, baik bagi masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah, yaitu terkait kekhawatiran terhadap perlindungan data pribadi. Survey Global IpsosCentre for International Governance Innovation (GICI) mencatat sebanyak 8 dari 10 warganet global sudah mengkhawatirkan keamanan privasi mereka lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Kekhawatiran itu terutama muncul pada warganet di negara berkembang, dimana Indonesia menempati posisi ketujuh dengan jumlah warganet yang khawatir terkait keamanan sebesar 86%.
“Perlindungan data pribadi konsumen di berbagai layanan berbasis teknologi di Indonesia menjadi salah satu fokus yang harus kita cermati bersama. Meningkatnya inovasi serta digitalisasi di era teknologi saat ini tentu harus diimbangi dengan sikap yang bijaksana dan mawas diri. Teknologi mampu membawa dampak positif yang signifikan bagi kehidupan seharihari kita, namun pada saat yang sama juga mampu memberikan dampak yang merugikan jika tidak dimanfaatkan secara bijak,” ungkap Alie Tan, CTO & CoFounder Kredivo, salah satu platform kartu kredit digital yang pertama kali terdaftar resmi di OJK sejak 2018 lalu.
Data dalam industri fintech memiliki peranan penting guna menghadirkan layanan inovatif bagi masyarakat. Menurut Alie, analisis terhadap data membantu para pelaku di industri fintech untuk mampu memahami konsumen, memberikan layanan serta produk terbaik. “Di Kredivo, data science membantu kami dalam proses mengenal nasabah secara virtual atau electronic Know Your Customer (eKYC) serta dalam menentukan nilai kemampuan kredit pengguna sehingga pemberian kredit diberikan secara tepat sasaran,” pungkas Alie. Namun di satu sisi, perlindungan data pribadi pengguna juga menjadi hak para pengguna dan kewajiban pelaku industri untuk turut berkomitmen atas hal tersebut.
Lebih lanjut, sebagai seorang CTO, Alie tentu dituntut untuk paham akan keamanan data pribadi para pengguna sesuai dengan regulasi yang diatur OJK. “Kategori dan batasan data pribadi itu sangat luas. Misalnya mulai dari data kependudukan, hingga jejak pesan singkat dan riwayat belanja online seseorang di ponselnya, itu berbedabeda pengkategoriannya, ada yang mengkategorikannya sebagai data pribadi, ada yang tidak. Kredivo, sebagai layanan keuangan yang diawasi dan terdaftar di OJK tentu selalu merujuk pada regulasi OJK terkait batasan lingkup data pribadi para pengguna, tentang apa yang diperbolehkan untuk diakses, dan apa yang tidak diperbolehkan,” ungkap Alie. Dirinya juga menambahkan bahwa Kredivo sangat membatasi akses data pribadi pengguna mereka secara ketat. Bahkan pembatasan akses data pribadi pengguna juga berlaku bagi berlaku bagi karyawan internal dan tim engineer Kredivo yang ia nakhodai. “Di internal perusahaan, kami pun menerapkan akses yang sangat ketat dan terbatas terhadap data pribadi pengguna. Semua data pengguna, kami enkripsi dan tidak dapat diakses oleh pihak luar maupun dalam dengan mudah. Termasuk kami investasi pada teknologi yang melindungi dari serangan hack. Data yang kami analisa pun bukanlah tentang identitas pribadi mereka, melainkan lebih kepada pola perilaku konsumsi pengguna,” jelas Alie.
Alie juga memberikan contoh serupa bahwa di negaranegara Uni Eropa, perlindungan data pribadi menjadi hal krusial dan telah diatur dalam GDPR (General Data Protection Regulation), yang merupakan regulasi hukum Uni Eropa dan mengatur secara lebih rinci mengenai praktik penggunaan data pribadi milik warga Uni Eropa beserta dengan sanksi pelanggarannya.
Merumuskan dasar perlindungan data pribadi memang menjadi pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan terkait. Bahkan, Uni Eropa melakukan pembahasan mengenai peraturan tersebut selama 4 tahun lamanya hingga kemudian mulai diberlakukan pada Mei 2018. Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna internet aktif terbanyak di dunia pun dapat melakukan hal serupa, guna menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif.
Menyikapi tantangan tersebut, masyarakat sebagai pengguna layanan dan jasa fintech atau aplikasi berbasis teknologi lainnya dituntut semakin cerdas dan bijaksana dalam mengelola serta melindungi data pribadinya. Berikut beberapa hal yang patut diperhatikan oleh masyarakat ketika hendak membagikan data pribadinya dalam platform fintech atau pinjaman online:
- Pastikan termasuk dalam daftar resmi OJK. Masyarakat harus mencari informasi lebih lanjut mengenai layanan atau platform pinjaman yang akan digunakan dalam bertransaksi. Perhatikan kembali apakah perusahaan tersebut sudah masuk di dalam daftar resmi OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
- Teliti kembali izin akses aplikasi. Masyarakat juga perlu dengan seksama seluruh persetujuan dan data apa saja yang hendak diakses aplikasi dari smartphone, jangan terlalu cepat mengklik “allow” sebelum menggunakan aplikasi tersebut, karena pihak yang tidak bertanggung jawab bisa dengan mudah mengakses seluruh data pribadi yang ada dalam smartphone.
- Aktifkan fitur keamanan di platform. Setiap platform pinjaman yang sudah secara resmi terdaftar di OJK pasti memiliki fitur keamanan yang berfungsi memberikan rasa aman kepada para penggunanya, baik berupa blokir akun, verifikasi, gembok akun dan mode privasi. Pastikan Anda telah mengaktifkan fitur tersebut sebelum melakukan transaksi lebih lanjut.
- Unduh aplikasi dari sumber resmi. Pastikan Anda mengunduh aplikasi pinjaman hanya dari dari Play Store (untuk ponsel Android) dan App Store (untuk ponsel iOS), karena jika aplikasi yang diunduh berasal dari sumber tidak resmi akan berpotensi memberikan akses pada pihakpihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil data pribadi Anda melalui berbagai malware hingga adware.
“Pada dasarnya, kesadaran dan kebijaksanaan semua pihak dalam menginformasikan atau menggunakan data pribadi menjadi kunci dalam membangun digital society. Bagi para pelaku industri, sudah selayaknya untuk tidak selalu berorientasi pada keuntungan pribadi, namun lebih kepada kontribusi untuk turut menciptakan ekosistem digital yang aman dan lebih kondusif di Indonesia,” tutup Alie.
(*bas)