BERITA, iNEWS, Jakarta – KPPU melaksanakan sidang perdana Perkara Nomor 11/KPPUL/2023 tentang Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (“UU 5/1999”) Dalam Perjanjian Distribusi PT Kobe Boga Utama (“KOBE”) kemarin pada tanggal 14 September 2023 di Ruang Sidang Kantor KPPU Jakarta. Sidang yang dilaksanakan secara luring tersebut beragendakan Pemaparan Laporan Dugaan Pelanggaran (“LDP”) oleh Investigator dan pemeriksaan kelengkapan dan kesesuaian alat bukti pendukung LDP.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Yudi Hidayat sebagai Ketua Majelis Komisi serta didampingi oleh Komisioner Chandra Setiawan dan Komisioner Dinni Melanie sebagai Anggota Majelis Komisi tersebut, Investigator menyebutkan KOBE sebagai Terlapor, diduga melanggar beberapa ketentuan dalam UU 5/1999, yakni Pasal 8, Pasal 15 (1) dan (3), serta Pasal 19 huruf c*. “Ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat KPPU dalam keterangan persnya Jumat 15/09/2023.
KOBE merupakan produsen tepung bumbu yang berlokasi di Tangerang sejak tahun 1995. Mulai tahun 2006, mereka mulai meluncurkan divisi Food Service untuk melayani pelanggan industri bidang makanan dan retail. Pada tahun 2009 melalui tim pemasarannya, mereka mencari dan menawarkan kerja sama kepada pelaku usaha untuk menjadi distributornya dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibakukan dalam suatu perjanjian distribusi. Ketentuan dan pelaksanaan perjanjian distribusi inilah yang menjadi asal perkara yang bersumber dari laporan masyarakat tersebut. Diduga berbagai ketentuan tersebut bertentangan dengan UU 5/1999, antara lain persyaratan bahwa (i) harga jual produk ditetapkan oleh KOBE; (ii) distributor tidak diperbolehkan menyalurkan, memasarkan, dan menjual produk sejenis milik pihak lain yang bersifat kompetitif; serta (iii) menyalurkan, memasarkan, dan menjual dengan cakupan outlet modern dan tradisional di area/wilayah distribusi yang diberikan KOBE. “Tuturnya.
Perjanjian distribusi tersebut dimulai sejak 2009, dan berdasarkan dokumen alat bukti yang dimiliki Investigator, ketentuan dalam perjanjian masih berlaku sampai dengan tahun 2022.
Pasar bersangkutan pada perkara ini adalah pasar tepung berbumbu, non tepung bumbu, dan Boncabe yang diproduksi oleh KOBE dan/atau yang dipasarkan melalui perjanjian distribusi antara KOBE dengan para distributornya di seluruh Indonesia. Dalam sidang, Investigator menyampaikan bahwa dalam proses Penyelidikan, KOBE mengakui bahwa dalam perjanjian distribusi tersebut terdapat berbagai ketentuan yang bersinggungan dengan ketentuan Pasal 8, Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 19 huruf c UU 5/1999, namun KOBE menegaskan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian lama karena sebelumnya mereka belum memiliki tim legal/hukum. “Lanjutnya.
KOBE telah mulai melakukan perubahan template perjanjian distribusi dan setidak-tidaknya pada saat pemeriksaan dilakukan, mereka telah menggunakan template perjanjian distribusi yang telah menghilangkan berbagai ketentuan tersebut. Sehingga KOBE menyatakan kesiapannya untuk melakukan perubahan perilaku. “Dia menambahkan.
Paska mendengarkan LDP, Majelis Komisi memberikan kesempatan bagi KOBE untuk menyiapkan tanggapan atas LDP yang akan disampaikan dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 26 September 2023.
Lebih lanjut, Majelis Komisi menjelaskan bahwa tanggapan dapat berupa bantahan atas dugaan pelanggaran dengan melampirkan alat bukti, daftar saksi dan ahli yang akan menguatkan bantahan tersebut. Selain itu, KOBE juga dapat mengakui dugaan pelanggaran yang disebutkan oleh Investigator dalam LDP dengan membuat pernyataan tertulis bahwa KOBE menerima seluruh dugaan pelanggaran dan tidak akan mengajukan alat bukti untuk membantah LDP serta mengajukan permohonan perubahan perilaku. “Cetus Deswin.
Sebagai informasi, sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2023 Pasal 64 ayat (1), apabila KOBE mengakui dan menerima laporan dugaan pelanggaran maka Majelis Komisi akan membuat simpulan untuk melanjutkan perkara dengan prosedur Pemeriksaan Cepat.
*Keterangan Pasal:
1. Pasal 8 berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan/atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
2. Pasal 15 ayat (1) berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat tertentu.
3. Pasal 15 ayat (3) berbunyi:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok:
a. harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
b. tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
4. Pasal 19 huruf c berbunyi:
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
c. membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. (**/BB).