Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto: AFP/FABRICE COFFRINIOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, penyakit yang disebabkan varian Omicron tidak boleh disebut ringan. Menurutnya, varian ini tetap menyebabkan rawat inap dan kematian di seluruh dunia.Menurut Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, jumlah orang terinfeksi varian ini terus mencetak rekor. Bahkan, membalap rekor-rekor yang sebelumnya disebabkan oleh varian Delta.Ini berarti, ucap Tedros, rumah sakit mengalami tekanan dan kewalahan.“Meskipun Omicron tampak tidak separah Delta, terutama bagi mereka yang sudah divaksinasi, bukan berarti varian ini bisa dikategorikan sebagai ‘ringan’,” tegas Tedros dalam konferensi pers, Kamis (6/1), dikutip dari AFP.Suasana pandemi COVID-19 di India pada tahun 2022. Foto: Adnan Abidi/REUTERS“Sama seperti varian-varian sebelumnya, Omicron menyebabkan pasien dirawat di rumah sakit dan membunuh orang-orang,” lanjutnya.Pada pekan lalu, total 9,5 juta kasus COVID-19 dilaporkan di seluruh dunia, meningkat 71% dibandingkan pekan sebelumnya. Angka ini mencetak rekor penambahan tertinggi.“Faktanya, tsunami kasus ini sangat besar dan cepat, dan ini membuat sistem kesehatan di seluruh dunia kewalahan,” ujar dia.Bahkan menurut Tedros, angka 9,5 juta itu kemungkinan lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi di dunia nyata.Sebab, ada keterlambatan pencatatan kasus selama liburan Natal dan Tahun Baru, tes COVID-19 mandiri yang tidak dilaporkan, dan sistem pengawasan yang juga kewalahan.Seorang dokter menyuntikkan vaksin corona kepada perawat di Long Island Jewish Medical Center di New Hyde Park, New York, AS, Senin (14/12). Foto: Brendan McDermid/REUTERSBanyak negara yang mengalami lonjakan kasus sangat buruk, hingga terus mencetak rekor penambahan kasus harian tertinggi. Saat ini, rekor penambahan kasus harian tertinggi dipegang oleh Amerika Serikat, dengan hampir 1 juta kasus dalam 24 jam.Ia pun menyerukan agar distribusi vaksin pada 2022 ini bisa lebih merata dibandingkan selama 2021. Dalam pidato pertama Tedros di tahun baru, ia menegur negara-negara berpenghasilan tinggi “memonopoli” vaksin yang ada.Tedros mengatakan, kesenjangan vaksinasi menciptakan tempat berkembang sempurna bagi varian-varian baru.“Ketidaksetaraan vaksin adalah pembunuh manusia dan pekerjaan, dan ini merusak pemulihan ekonomi global,” ucap Tedros.“Booster setelah booster yang diberikan di sedikit negara tidak akan mengakhiri pandemi, ketika miliaran orang masih tetap tidak terlindungi,” tambahnya.Tenaga kesehatan di rumah sakit Prancis mengalami kelelahan saat menangani pasien COVID-19 yang terus melonjak di Prancis. Pada Selasa (14/12/2021), Foto: Yves Herman/REUTERSTarget yang ditetapkan Tedros pada tahun lalu adalah 10% dari populasi setiap negara di dunia harus sudah divaksinasi dosis lengkap pada akhir September 2021, dan 40% pada akhir Desember 2021.Tetapi, 92 dari 194 negara anggota WHO tidak berhasil mencapai target akhir tahun itu. Bahkan, 36 negara tidak berhasil mencapai target 10% karena tidak memperoleh akses vaksin.Untuk pertengahan 2022, Tedros ingin setiap negara memvaksinasi 70% dari total populasinya.Dari data yang disajikan Worldometers.info, per Jumat (7/1), total kasus COVID-19 dunia saat ini mencapai 299.895.544 infeksi—nyaris mencapai 300 juta kasus. Sedangkan kematian berjumlah 5.487.242 jiwa.