Paviliun Palapa (sumber gambar: free use Canva).Hai, perkenalkan namaku Mya, bukan Mia, tapi M-Y-A. Aku seorang mahasiswi tingkat akhir jurusan Akuntansi di Universitas Palapa, kota Bogor. Sebenarnya, aku ragu untuk menuliskan kisah mencekam ini di forum internet ini karena kuatir dianggap hoax. Tapi, aku sangat takut. Belum pernah aku merasa ketakutan yang luar biasa seperti ini hingga aku merasa lebih baik aku mati saja daripada hidup seperti ini. Tolonglah aku!Kisahku bermula dari kepindahanku ke Paviliun Palapa, sebuah tempat kost-an bagi pria atau pun perempuan. Awalnya, tempat ini sangat nyaman. Letaknya hanya berjarak 100 m dari tempat kuliahku. Di sekitar tempat kost-an ini banyak penjual makanan enak dengan harga terjangkau dompet mahasiswi. Bayangkan saja dengan biaya 10 ribu, aku bisa membeli salah satu hidangan dari berbagai pilihan kuliner seperti nasi goreng tektek, ayam geprek, ayam crispy, rendang, bakso, dll. Di samping itu, pemilik kostnya sangat ramah dan tidak menerapkan peraturan yang rumit. Memang harga kost-an ini lebih mahal dibandingkan kost-an sebelumnya, tapi keluargaku yang tinggal di Kota Bandung, memaksaku untuk pindah dari asrama yang lebih padat penghuninya ke kostan ini agar aku lebih fokus membuat skripsi. Aku memang menerapkan target kelulusan 4 bulan mendatang.Sebulan pertama aku merasa sangat betah tinggal di kostan ini. Kamar kostku berada di lorong bagian belakang. Sinar matahari pagi membanjiri ruang kamarku dari jendela yang kubentang lebar sehingga hatiku ikut menghangat. Udara pagi terasa segar walaupun agak dingin. Biasanya aku mengerjakan skripsi sejak pagi hingga siang hari. Aku hanya meluangkan waktu beberapa jam saat siang untuk membeli makanan, makan siang, dan tidur siang. Dan kemudian, lanjut lagi mengerjakan skripsi hingga sore hari. Bimbingan skripsi dengan dosen pembimbing dilakukan tiap hari Rabu jam 10.00-12.00. Begitulah rutinitasku.Tanah lapang (sumber gambar: free use Canva).Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai merasakan fenomena unik dari tanah kosong yang menghadap kamar kostanku. Pikiranku seperti terbius untuk memandangnya lagi dan lagi. Sekotak tanah yang dipenuhi ilalang dengan beberapa pohon pisang menghiasi sudut-sudutnya. Sungguh tidak ada yang aneh dari lahan tersebut, justru keganjilan terdapat pada kamar kostanku ketika menginjak bulan ketiga aku menyewa kamar ini. Aku sering mendapati kamarku acak-acakan, letak furniturku berubah tempat, dan ada yang iseng membuang sampah di kamar ini. Bahkan, kamar mandiku pun dipakainya. Walaupun aku menghabiskan sebagian besar tempoku di kamar ini, ternyata ada penyelundup. Aku tak habis pikir bagaimana bisa ada orang asing keluar masuk kamar ini sesuka hatinya? Oleh karena itu, aku membeli gembok yang sangat besar karena aku sungguh merasa tak aman. Tapi, kenyamananku hanya bertahan seminggu, gangguan tersebut muncul lagi. Bahkan, lebih menakutkan. Laptopku yang kutinggalkan sebentar, penuh dengan ketikan orang tersebut. Ia juga sedang membuat skripsi sama sepertiku, tapi dengan tema yang berbeda. Jika aku meneliti pengaruh resesi ekonomi terhadap stabilitas perbankan berdasarkan neraca keuangan, maka ia meneliti indikator likuiditas perbankan. Aku sekarang merasa yakin, penyelundup itu tinggal di kamarku. Tapi, ia bersembunyi di mana? Aku telah memeriksa setiap jengkal kamarku, tapi tidak menemukan jejak apa pun. Ia sungguh pandai bermain petak umpet denganku. Tidak ada bayangan apa pun, baik di bawah tempat tidur maupun di dalam lemari baju. Hal ini sungguh mengganggu sarafku sehingga kuputuskan untuk melapor pada Pak Udin, satpam kostan yang sangat ramah. Tapi, betapa terkejutnya aku. Pak Udin bertingkah seperti zombie. Ia mendengarkan laporanku sembari termangu. Dan kemudian, bibirnya komat-kamit seperti orang kesurupan. Melihatnya bertingkah seperti itu, otomatis aku menjerit dan melarikan diri. Aku meminta tolong pada Rina, Dewi, dan Lita, teman-teman kostanku yang kebetulan berdiri di depan lorong. Tapi, mereka membuang muka dan berpura-pura tidak melihatku. Ketika aku mengkonfrontasi dan menatap mereka, wajah mereka sangat pucat seperti tidak dialiri darah. Mata mereka terbelalak. Rupanya mereka kesurupan juga seperti Pak Udin. Sungguh mimik yang mengerikan sehingga membuat jantungku serasa berhenti berdetak sehingga aku melanjutkan pelarianku. Kemudian, aku masuk ke kamarku dan melompat ke kasurku. Aku menutupi kepalaku dan seluruh tubuhku dengan selimut karena gemetar ketakutan. Aku berusaha menghubungi keluargaku dan Amir, pacarku, tapi tidak ada yang mengangkat teleponku. Teman-temanku pun memblokir no handphoneku. Aku merasa sangat terasing. Apa yang telah terjadi? Mengapa kenyamanan hidupku berubah 360 derajat? Apakah sebaiknya aku pindah kostan? Tapi, aku sudah membayar uang sewa dua bulan sekaligus karena pemilik kost memohonnya untuk biayanya berobat.Mya (Sumber gambar: free use Canva).Aku berusaha tidak memikirkan teman-teman kost-an yang mengucilkanku. Yang terpenting, aku bisa menyelesaikan skripsiku dan lulus. Tapi, aku merasa pikiranku hampa. Mungkin aku sudah tidak waras. Aku tidak bisa lagi membedakan mana kenyataan dan mana halusinasi. Gagang pintu yang bergerak, bunyi ketukan dinding, bunyi gesekan antara furnitur dan lantai, dan bayangan aneh yang bergerak ke mana pun di kamarku, bukan lagi hal yang asing dalam hidupku, belum lagi suara hiruk pikuk di tanah kosong yang tidak lagi kosong tersebut. Begitu banyak manusia di sana? Apa yang akan mereka bangun? Sekarang rutinitasku agak berubah. Aku mengerjakan skripsiku sembari melihat orang-orang yang sibuk menggali. Aku heran sekali karena mereka tak kunjung membangun, tapi terus menggali di berbagai titik area. Apa mereka sedang mencari emas yang terpendam? Atau, hanya sekadar berkebun? Ah, tak usah kupedulikan. Mereka juga sangat pendiam. Pernah aku berusaha menyapa seorang bapak berusia separuh baya, tapi ia hanya melengos tanpa menjawab pertanyaanku. Mengapa akhir-akhir ini orang-orang sangat jutek dan anti sosial?Lama-kelamaan aku menjadi terbiasa dengan segala keganjilan tersebut hingga suatu saat aku merasa sangat marah. Kesabaranku benar-benar habis. Berani-beraninya penyelundup tersebut melakukan ini terhadapku. Tercium bau amis menguar di kamarku. Makin hari bau busuk tersebut semakin menguat. Aku memutuskan untuk menyelidiki si penyelundup jahat yang membuang bangkai tikus entah di sudut mana di dalam kamarku. Suatu malam aku bersembunyi di dalam lemari baju. Dengan sabar, aku menunggu berjam-jam dalam gelap hingga terdengar bunyi ceklik pertanda si penyelundup masuk ke kamarku. Ia menyalakan lampu kamarku. Perlahan kubuka sedikit pintu lemari dan mengintip. Baru kali ini aku bisa melihat wajah penyelundup tersebut. Ia seorang pemuda berumur sekitar akhir 20 tahun dengan kulit sawo matang dan tubuh tinggi ramping. Wajahnya oval dengan raut yang manis. Siapa yang menyangka kelakuannya begitu busuk! Ternyata ia tak sendiri. Ia mempersilakan serombongan pria berpakaian serba hitam untuk masuk ke sarang pribadiku. Mereka melakukan ritual aneh sebelum mengetuk dinding kamarku. Aku tak bisa lagi menahan emosiku dan mulai menangis karena mereka mulai merusak dinding kamarku dengan palu besar dan kampak. Apa yang mereka cari? Apakah mereka akan menemukanku dan membunuhku? Si pemuda penyelundup menggelengkan kepalanya pada seorang pria yang berbadan kekar dan menunjuk ke arah lemari, tempatku bersembunyi. Aku menjerit histeris ketika seseorang membuka paksa lemari tempatku bersembunyi. Ia mengayunkan kapak raksasa ke arahku. Aku menutup kedua mataku. Tamat sudah riwayatku.Lemari (Sumber gambar: free use Canva).Ketika kupikir diriku sudah mati, aku mendengar suara gegap gempita yang penuh rasa suka cita sehingga perlahan kubuka mataku. Aku merasa sangat senang karena diriku selamat secara ajaib, tak mengalami luka sedikit pun.“Terima kasih banyak pada Nak Tama, penghuni kamar kostan ini. Berkat instingnya yang tajam dan keberaniannya, kita bisa menemukan sisa puzzle potongan tubuh korban mutilasi bernama Mya yang ditemukan di tanah kosong dua hari yang lalu. Saya tak menyangka Amir, pacarnya Mya, menyembunyikannya di bagian belakang lemari yang bersekat ganda. Rupanya, ia belum sempat memindahkannya karena kamar ini langsung disewa Nak Tama sejak segel polisi atas rumah ini dibuka sebulan yang lalu. Amir sungguh licik. Seminggu sebelum membunuh Mya, sepertinya ia membujuk kekasihnya untuk pindah kamar di ujung lorong yang lebih sepi, tapi ia mempersiapkan kamar ini untuk tempat penyimpanan sementara potongan tubuh Mya. Kamar ini sebenarnya kamar lama Mya dan ia memiliki kunci duplikat kamar ini. Semoga arwah Mya tenang dan diterima di sisi Allah Swt,” kata seorang pria berumur 40 tahun dengan penuh semangat. Ia memeluk bahu Tama, si penyelundup tersebut dengan ramah, “Bagaimana kau bisa menduga ia menyimpannya di lemari tersebut, Nak?”“Kebetulan saja, Pak Polisi. Walaupun dari luar lemari ini terlihat besar, tapi saya selalu merasa lemari itu sangat kecil ketika meletakkan berbagai pakaian dan barang pribadi di dalamnya. Awalnya, saya merasa dinding kamar ini agak aneh karena ada beberapa bekas tambalan semen yang tidak rata. Mungkin Amir bermaksud menguburnya di dinding, tapi terlalu bising dan berisiko mengundang curiga penghuni kost lainnya sehingga ia beralih pada lemari ini. Terbukti potongan tubuh yang direndam dalam cairan formalin ini terdapat jejak semen yang mengeras. Saya jarang menempati kamar ini karena saya tetap tinggal dan bermalam di rumah orang tua saya yang cukup jauh letaknya dari kampus. Saya hanya menggunakannya untuk beristirahat setelah kuliah pagi. Lalu, saya masuk kuliah siang atau sore, dan pulang ke rumah orang tua saya. Keheranan saya mengenai tikus-tikus yang masuk ke dalam ruang ini terjawab. Mereka menyadari adanya potongan tubuh manusia walaupun sudah diformalin.”Mendengar pembicaraan mereka, aku tersengat listrik jutaan voltase. Tidak, aku masih hidup. Gumpalan seram itu bukan diriku. Di samping itu, Amir sangat mencintaiku. Tak mungkin ia tega melakukan ini terhadapku. Amir sudah menikahiku secara siri. Ia berjanji kami akan menikah resmi saat aku lulus karena aku mengandung anaknya. Aku harus bertanya padanya sesegera mungkin.
Rahasia Si Penyelundup
Pos terkait
Dilantik Jadi Anggota DPR RI Periode Kedua, Rusdi Masse: Terima Kasih Amanahnya
Nonton Konser Makin Simpel di Pestapora bareng IM3, Hadir dengan Kejutan Kolaborasi Musik Global
Casting di Universitas Kebangsaan, Golden Picture Produksi Film Perang Sekelas Hollywood
KPPU Keluarkan Penetapan Persetujuan Bersyarat Atas Transaksi Akuisisi Grobogan Oleh Indocement
KPPU Keluarkan Penetapan Persetujuan Bersyarat Atas Transaksi Akuisisi Semen Groboga Oleh Indocoment