Petugas kesehatan menyimpan hasil tes usap COVID-19 milik seorang warga saat tes massal di Kelurahan Krukut, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Senin (10/1/2022). Foto: Muhammad Adimaja/Antara FotoGuru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama ikut berduka atas wafatnya dua warga Indonesia karena corona Omicron pada Sabtu (22/1). Menurutnya, ada 2 hal yang bisa jadi pelajaran terkait hal tersebut. Pertama komorbid berat, seorang lainnya belum divaksin.”Pertama, wafatnya dua warga kita kembali menunjukkan bahwa tidak semua infeksi Omicron adalah “ringan”, jadi semua kita harus ekstra waspada , tentu tanpa perlu panik,” kata eks Direktur WHO Asia Tenggara itu.Kedua, data kematian akibat Omicron dari beberapa negara. Seperti di Inggris sampai 31 Desember 2021 sudah ada 75 orang yang meninggal.”Pasien pertama yang meninggal di Amerika Serikat umurnya 50 tahunan, sudah pernah COVID sebelumnya, belum divaksinasi,” tutur dia.Ia menambahkan, di Jepang yang meninggal karena Omicron adalah lansia dengan komorbid berat. Di Australia yang meninggal adalah usia 80-an dengan komorbid”Singapura yang meninggal 92 tahun, tidak ada komorbid yang jelas, tidak vaksinasi. India yang meninggal 74 tahun, dengan diabetes melitus dan komorbid lain,” tutur dia.Prof. Tjandra Yoga Aditama. Foto: FKUISatu pasien Omicron yang meninggal adalah seorang perempuan berusia 54 tahun dan punya komorbid lebih dari satu. Yakni diabetes melitus dan hipertensi.Sementara satu lagi lansia yang belum divaksin sama sekali. Ia adalah laki-laki berusia 64 tahun, kasus transmisi lokal.Tak sedikit yang bertanya-tanya, kok sampai ada kasus Omicron yang meninggal? Bukankah menurut banyak riset di dunia varian ini menimbulkan gejala yang relatif ringan seperti batuk pilek?Jubir Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap kondisi 2 kasus tersebut sebelum dibawa ke RS Sari Asih Ciputat dan RSPI Sulianti Saroso Jakarta.”Keduanya bergejala sedang saat dibawa ke RS. Setelah itu saturasi drop,” kata Nadia kepada kumparan, Minggu (23/1).Di sisi lain, epidemiolog Unair Windhu Purnomo mengaku tak kaget bila ada kasus Omicron yang sampai meninggal.Apa alasannya?”Lha kan memang mereka yang lansia, atau yang punya komorbid, obesitas atau yang belum divaksinasi lengkap adalah berisiko tinggi untuk bergejala berat sampai kritikal,” tutur Windhu melalui pesan singkat.Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI, Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dok. PribadiPenularan Omicron Makin Bergeser ke Transmisi LokalProf Tjandra Yoga Aditama minta pemerintah dan masyarakat waspada. Apalagi transmisi lokal makin banyak.”Dari data kemarin 22 Januari 2022 bahwa kita ada sekitar 1000 kasus Omicron, sekitar 250an adalah transmisi lokal. Pada beberapa minggu yang lalu maka kasus sebagian amat besar adalah pendatang dari luar negeri, dan kini sudah makin bergeser ke transmisi lokal,” tutur Prof Tjandra.Ia menambahkan, artinya makin banyak kasus-kasus Omicron di masyarakat. Apalagi sudah ada 2 kasus meninggal.”Juga, satu dari dua yang meninggal kemarin adalah kasus transmisi lokal,” tuturnya.Tren peningkatan Omicron tentu berdampak ke jumlah kasus corona harian. Sudah lebih tinggi dari September 2021.”Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat, pada 20 dan 21 Januari di atas 2000 dan pada 22 Januari sudah di atas 3000, entah bagaimana hari ini dan besok-besok hari,” kata dia.Sejumlah siswa mengenakan masker menghadiri Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Pondok Labu 14 Pagi, Jakarta, Senin (30/8). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanEpidemiolog Imbau Masyarakat Pakai Masker Berfiltrasi TinggiEpidemiolog lapangan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dr. Yudhi Wibowo mengingatkan pemerintah daerah untuk terus memperkuat upaya pencegahan penyebaran Omicron. Menyusul adanya laporan dua pasien COVID-19 terkonfirmasi Omicron yang meninggal dunia, dan kasusnya makin ‘menggila’ di atas 1.100-an.”Pemda perlu memperkuat lagi upaya pencegahan penyebaran Omicron, salah satunya dengan memperketat penerapan protokol kesehatan,” kata dia.Pengajar di Fakultas Kedokteran Unsoed tersebut juga mengingatkan pemerintah daerah perlu terus menyosialisasikan mengenai pentingnya penggunaan masker dengan cara yang baik dan benar guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat.”Bahkan jika diperlukan masyarakat bisa menggunakan masker dengan filtrasi atau daya saring yang tinggi,” katanya.Selain itu, pemerintah daerah juga perlu memperkuat kapasitas 3T yakni testing atau pemeriksaan, pelacakan dan penanganan.”Jika ada warga yang terkonfirmasi Omicron sebaiknya dilakukan isolasi terpusat, karena jika isolasi mandiri dikhawatirkan kondisi rumah untuk isolasi tidak memenuhi standar persyaratan sehingga rentan untuk menularkan anggota keluarga yang lain,” katanya.Siswa mengikuti pelajaran mewarnai saat pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 Persen hari pertama di SLB C Autis Jenjang SMA Kedungkandang, Malang, Jawa Timur. Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo SuciptoPemerintah Harus Lakukan 7 EvaluasiDengan melihat kondisi Omicron yang makin menyebar dan ada kasus meninggal, Prof Tjandra mengatakan, setidaknya ada tujuh hal yang harus kita ambil untuk memutus penularannya.Ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut:1. protokol kesehatan(3M, 5M) jauh lebih ketat kita laksanakan, berubah dari new normal menjadi now normal2. kemungkinan WFH lebih luas, termasuk evaluasi kebijakan PTM 100%3. penerapan aplikasi peduli lindungi jauh lebih ketat lagi dan termasuk mendeteksi kalau-kalau ada yang COVID-nya positif sesudah beberapa hari4. peningkatan tes untuk mendeteksi yang OTG yang Omicron, dan telusur (“ke depan” kepada siapa menulari dan “ke belakang” dari siapa tertular) secara masif5. upaya super maksimal meningkatkan vaksinasi dan booster, apalagi di daerah yang tinggi penularan Omicronnya dan juga pada lansia dan komorbid6. karena sekarang RS masih relatif kosong, maka kasus Omicron ringan tapi dengan komorbid dan lansia baiknya dirawat dulu, kecuali kalau nanti RS memang akan jadi penuh7. penanganan mereka yang datang dari luar negeri harus lebih ketat lagi